Jumat, 19 Februari 2010

URGENSI MEMPELAJARI AL-QUR’AN DAN CARA MUDAH MENGHAFALNYA

URGENSI MEMPELAJARI AL-QUR’AN DAN CARA MUDAH MENGHAFALNYA
Oleh : Ahmad Alim, M.A

HADIST-HADIST TENTANG KEUTAMAAN MEMPELAJARI AL-QUR’AN

1. diriwayatkan dari Usman bin Afwan, dari Rasulullah bersabda ; “ sebaik-baiknya kalian adalah orang yang mau belajar Al-qur’an dan mengajarkanya “ ( HR. Bukhari )
2. Abu umamah Al-bahili,dari Rasulullah bersabda : “ Bacalah Al-qur’an sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat memberi safaat kepada pembacanya “ ( HR. Muslim )
3. Aisyah RA, dari Rasulullah SAW bersabda : “ Orang yang mahir membaca Al-qur’an maka akan dikumpulkan bersama para malaikat yang mulia, dan orang yang terbata-bata didalam membacanya maka baginya dua pahala “ (HR. Bukhari )

KEUTAMAAN AHLUL QUR’AN

Diriwayatkan dari amr bin ash, Rasulullah bersabda : pada hari kiamat nanti akan dikatakan kepada ahlul qur’an : “ bacalah sebaik mungkin seperti yang pernah kamu baca ketika didunia, sesungguhnya kedudukanmu pada ayat terakhir yang kamu baca” dan diapun terus menaiki tangga-tangga surga dan baru berhenti pada hafalanya yang terakhir. ( HR.Abu Daud, Nasa’I, Tirmidzi )

Dalam hadist lain beliau bersabda : “ bacalah Al-qur’an , sesungguhnya Allah tidak mengazab orang yang didalam hatinya tersimpan Al-qur’an, dan sesungguhnya Al-qur’an adalah jamuan Allah, barangsiapa yang masuk di dalamnya maka dia akan sentausa, dan barangsiapa yang mencintai Al-qur’an berilakanlah kabar gembira kepadanya (HR.Ad-darimi )

CARA MUDAH MENGHAFAL AL-QUR’AN

1. Kemauan yang tinggi (( همة العالية
2. Niat yang iklas ( ( إخلاص النية
Al-qur’an adalah kitab Allah yang maha suci lagi maha tinggi, tidak tercampur kebatilan didalamnya, semua apa yang diberitakan adalah benar dan tidak ada kebohongan didalamnya, maka dari itu orang yang ingin mengemban dan menghapalnya harus meluruskan niat, membersihkanya dari noda-noda ambisi duniawi yang hina, karena membaca Al-qur’an dan menghafalnya adalah ibadah yang tinggi dan mulya, maka Allah tidak akan menerimanya dari hamba yang didalam hatinya tercampur niat yang rendah dan ambisi duniawi yang hina.Allah SWT berfirman :
فاعبد الله مخلصا له الدين، ألا لله الدين الخالص ( الزمر : 2-3 )
“ Maka sembahlah Allah, dengan mengiklaskan agamanya, ingatlah bagi Allahlah agama yang suci “ ( Az-zumar : 2-3 )

3. Meluruskan bacaan ( ترتيل القراءة )
Belajar Al-qur’an secara lisan selalu dipraktekkan oleh Rasulullah kepada para sahabatnya untuk mentartilkan bacaan mereka, bahkan sekalipun ia adalah orang yang paling fasih bacaanya, beliau setiap tahun sekali belajar Al-qur’an secara lisan kepada malaikat jibril, tepatnya di bulan Ramadhan, khusus pada tahun dimana beliau dipanggil ke haribaan Allah untuk selama-lamanya, hal itu beliau lakukan sampai dua kali ( HR. Bukhori )



4. Membuat target hafalan



Hafalan harian
Tahun Bulan Hari
1 ayat 17 7 17
2 ayat 8 9 18
3 ayat 5 10 13
4 ayat 4 4 24
5 ayat 3 6 7
6 ayat 2 11 4
7 ayat 2 6 3
8 ayat 2 2 12
9 ayat 1 11 12
10 ayat 1 9 3
11 ayat 1 7 6
12 ayat 1 5 15
13 ayat 1 4 6
14 ayat 1 3 -
15 ayat 1 2 1
16 ayat 1 1 6
17 ayat 1 - 10
18 ayat - 11 19
19 ayat - 11 1
Setengah hlmn 3 4 24
1 halaman 1 8 12
2 halaman - 10 6



5. Jangan beralih pada hafalan yang baru sebelum mutqin hafalan yang lalu
6. gunakanlah satu mushaf saja
7. tadabur isi ayat dan memahami alur ceritanya
8. memberi tanda khusus pada ayat yang serupa
sepertipada surat Al-mujadilah ayat 11 dan 13 : والله بما تعملون خبير dengan ayat والله بما تعملون خبير
9. memanfaatkan media elektronika
yaitu menghafal atau murojaah dengan mendengarkan murottal melalui walkmen, MP3, komputer, HP dengan qori’ yang disukai.
10. المدارسة ( saling menyimak bacaan )
Gunakan waktu khusus untuk mudarosah bersama teman dalam setiap harinya, hal ini membantu melancarkan hafalan serta menyempurnakan kekurangan-kekuranganya.
11. القراءة عن ظهر القلب ( hafalkan diluar kepala )
12. Berupaya melestarikan hafalanya
rasulullah SAW bersabda : “ Sesungguhnya perumpamaan orang yang hafal Al-qur’an itu seperti perumpamaan orang yang memiliki seekor unta yang sedang ditambatkan, jika jika ia ingin agar untanya tetap pada tempatnya, maka dia harus tetap menjaga dan menahanya, dan kalau sampai unta itu dilepaskan maka ia akan lari. ( HR. Bukhari dan Muslim )

Senin, 15 Februari 2010

MELURUSKAN KEMBALI ARTI PLURALISME AGAMA

MELURUSKAN KEMBALI ARTI PLURALISME AGAMA

Oleh : Wendi Zarman


Bismillaah, walhamdulillaah, wasshalaatu wassalaamu ‘alaa rasulillaah

Pluralisme Agama Bukan Toleransi Agama

Ketika MUI mengeluarkan fatwa haramnya pluralisme agama, banyak di antara umat Islam yang menentangnya. Mereka menganggap fatwa itu bertentangan dengan ajaran Islam yang menganjurkan bersikap toleran dengan penganut agama lain. Menurut mereka fatwa ini hanya akan memperburuk citra Islam. Padahal, adalah keliru menyamakan pluralisme agama dengan toleransi agama. Tapi inilah yang dijadikan senjata untuk memojokkan penentang pluralisme agama seperti MUI namun sayangnya banyak umat Islam terkecoh dengan trik ini.

Pada dasarnya pluralisme agama telah menjadi suatu istilah khusus yang mempunyai makna khusus pula dalam diskursus pemikiran Barat. Pluralisme agama tidak bisa dianggap sekedar pengakuan terhadap eksistensi penganut agama lain, tapi turut campur dalam membentuk keyakinan terhadap kebenaran ajaran agama. Adalah sangat disayangkan ada diantara umat Islam yang asal mendukung gerakan ini tanpa memeriksa dulu apa artinya dan bagaimana konsekuensi meyakininya.

Pengertian Pluralisme Agama

Di dalam pengertian filsafat pluralisme berarti : “a theory or sytem that recognize more than one ultimate principle” (Concise Oxford Dictionary) yang artinya suatu teori atau sistem yang mengakui bahwa terdapat lebih dari satu prinsip dasar. Ketika pluralisme disandingkan dengan agama menjadi pluralisme agama berarti suatu sistem yang mengakui bahwa terdapat lebih dari satu prinsip dasar agama. Pengakuan di sini bukan hanya dalam pengertian pengakuan terhadap eksistensi agama-agama tetapi juga pengakuan bahwa kebenaran bisa ditemukan di dalam berbagai agama.

Sekurangnya ada dua arus utama aliran pluralisme agama (Dr. Anis Malik Toha menyebut ada empat aliran pluralisme agama, lihat bukunya “Tren Pluralisme Agama”, diterbitkan oleh GIP). Pertama adalah aliran relativisme agama yang dicetuskan oleh John Hick. Menurut Hick, agama-agama di dunia pada dasarnya adalah respon beragam dari Realitas Yang Satu (baca : Tuhan). Ini mirip dengan cerita perdebatan beberapa orang buta yang hendak menerangkan apa itu gajah. Orang yang memegang belalai gajah menyebut gajah itu itu seperti ular, yang memegang kaki gajah menyebutnya seperti pohon, sedang yang memegang ekor gajah menyebut gajah itu seperti tali.

Secara sederhananya, John Hick hendak mengatakan bahwa semua agama salah karena mereka memahami Tuhan secara parsial. Atau jika disebut benar, benarnya hanya menurut persepsinya masing-masing sesuai dengan kemampuan mereka memahami. Artinya, SEMUA AGAMA TIDAK ADA YANG BENAR DAN OLEH KARENA ITU TIDAK SATU AGAMA PUN BERHAK MENGKLAIM AGAMANYA SAJA YANG PALING BENAR. Inilah relativisme agama.

Aliran kedua adalah aliran kesatuan transenden agama-agama yang dipelopori oleh Seyed Hosein Nasr. Di dalam aliran ini setiap agama dipandang sebagai jalan-jalan yang berbeda untuk mencapai Tuhan yang sama. Semua agama pada level esoterik (transenden) pada dasarnya menyembah Tuhan yang sama, hanya saja pada level eksoterik (syariat) saja yang berbeda. Aliran ini mengingatkan kita pada pepatah “Banyak jalan menuju Roma”. Artinya, SEMUA AGAMA SAMA BENARNYA KARENA MENUJU TUHAN YANG SAMA.

Pluralisme Agama = Pemusnahan Agama

Yang mengherankan, para pengusung pluralisme seringkali menuntut paham ini diterima oleh semua kalangan. Dan bagi yang menolaknya, khususnya dari kalangan Islam seperti MUI, dituduh dengan stigma-stigma buruk seperti anti-toleran, sektarian, fundamentalis, eksklusif dan berbagai cercaan lainnya. Mereka juga menuduh para penentang pluralisme sebagai orang yang mau benarnya sendiri dan memaksakan pendapat, padahal merekalah yang mau benarnya sendiri, memaksakan pluralisme diterima oleh semua orang. Kalau mereka konsisten dengan relativisme kebenaran, seharusnya mereka dulu yang pertama kali menerima bahwa diantara manusia ada yang setuju dengan pluralisme, dan ada pula yang tidak setuju dengan pluralisme agama.

Dengan demikian, pluralisme sebenarnya tak ubahnya sebuah agama baru karena inti agama adalah klaim kebenaran (truth claim), dan karena pluralisme mengatakan agama-agama lain salah sedangkan ia sendiri benar dengan sendirinya ia adalah agama baru. Pluralisme adalah sebuah GLOBAL THEOLOGY yang berdiri di atas agama-agama lain.

Maka tidak heran, Dr. Anis Malik Thoha, menyebut bahwa visi final dari pluralisme agama ini adalah “terminasi agama-agama”, artinya jika paham ini diterima oleh semua orang maka itu berarti kemusnahan agama-agama, karena tidak ada lagi keyakinan terhadap kebenaran agama. Dengan demikian, kalau semua orang beragama mau berpikir mendalam, mereka akan sampai pada keseimpulan bahwa sebenarnya pluralisme agama merupakan ancaman bagi semua agama.

Pluralisme Agama Bertentangan dengan Logika Sehat

Bagi muslim, bahkan sebenarnya bagi semua umat agama baik Kristen, Hindu, Budha dan lainnya, kedua pandangan ini sama merusaknya. Secara LOGIKA SEHAT, jika kita sepakat dengan apa yang diajarkan John Hick bahwa semua agama “ngawur” maka tidak ada lagi gunanya beragama, karena kita semua tidak akan sampai kepada kebenaran. Mungkin, lebih baik ateis saja karena beragama hanya akan mengekang diri dengan berbagai aturan seperti kata Jean-Paul Sartre (1905-1980): “even if God existed, it will still necessary to reject him, since the idea of God negates our freedom.”

Demikian juga dengan ide bahwa semua agama sama benarnya karena menuju kepada Tuhan yang sama, lalu untuk apa kita memilih agama kita, toh semua sama baiknya. Kalau begitu lebih baik memilih agama yang paling gampang, yang tidak banyak larangannya, yang sedikit perintahnya. Jika kita mengambil contoh yang paling ekstrim, misalnya bagi mereka yang senang berzina, tentu dia lebih cocok dengan agama yang tidak ada larangan berzina. Demikian juga yang hobi judi dan mabuk, tinggal cari saja agama yang membolehkannya. Apakah ada agama yang seperti itu? Banyak sekali. Beberapa aliran sesat yang pernah beredar di Indonesia ada yang seperti itu. Pemimpin sempalan Kristen yang mati digrebek FBI, David Koresh, juga mengajarkan ajaran seperti itu. Bagi yang pernah membaca karya Dawn Brown, “Da Vinci Code”, dengan mudah menyimpulkan bahwa hal itu tidak sulit mencarinya. Bahkan, kalau benar-benar tidak ada, tinggal karang saja agama baru, kemudian katakan kepada orang-orang bahwa ini adalah ilham dari Tuhan.

Penutup

Kita harus membedakan antara pluralisme dan pluralitas. Seorang muslim tidak patut bahkan ia tengah berada di jurang kekufuran jika menerima pluralisme agama, karena hal itu bertentangan dengan aqidahnya. Telah jelas di dalam aqidah Islam bahwa tidak ada agama yang diridhai selain Islam (Ali ‘Imran : 19) dan tidak ada jalan keselamatan di luar Islam (Ali ‘Imran : 85).

Dan bila seorang muslim meyakini hal ini tidak berarti bahwa ia menegasikan tidak mengakui eksistensi agama lain seperti yang yang jelas dikemukakan Al Quran “laa ikraha fiddiin” (tidak ada paksaan dalam beragama, Al-Baqarah : 256) dan “lakum diinukum waliyadiin” (bagimu agamamu, bagiku agamaku, Al Kaafiruun : 6). Islam juga tidak keberatan klaim kebenaran agama lain, seperti halnya doktrin Gereja Katholik bahwa tidak ada keselamatan di luar gereja, karena itu adalah haknya Kristiani. Islam mengakui pluralitas (keberagaman) , tapi tidak untuk pluralisme.

Jika klaim kebenaran ini dicerca bahkan dilarang maka apa artinya beragama, dan karena inti dari agama adalah keyakinan, dan jika keyakinan ini diragukan atau hilang maka hilang pulalah agama

Selasa, 09 Februari 2010

Pluralisme

“Pluralisme“



Di negeri para pluralis, suatu saat nanti, mungkin menjelang ajal seorang kiai boleh dibaptis, dan setelah dimakamkan seorang pendeta boleh ditalqin




Oleh: Hamid Fahmy Zarkasyi*



" Our goal is a Christian nation.. We have a Biblical duty, we are called by God, to conquer this country.. We don't want equal time. We don't want pluralism." Randall Terry, Founder of Operation Rescue.

ITULAH sekelumit cetusan hati seorang penganut Kristen. Randall mungkin terlalu keras dan dicap intoleran. Tapi apa salahnya orang berdakwah jika itu perintah. Mestinya, dalam masyarakat yang plural, pernyataan Randall adalah jamak..

Mestinya Randal pernah baca tulisan Akbar S Ahmed tahun 90-an “Postmodernisme dipicu oleh semangat pluralism”. Tapi kini Randal merasa pluralisme bagai orde zaman postmo. Sebab ia memiliki rencana, bala tentara dan dana. Dipromosikan pada area sacred yakni agama, dan profane yakni masyarakat luas. Ini merupakan kelanjutan proyek Barat modern yakni sekularisasi. Pengembangan paham pluralism pada masyarakat modern, Peter Berger (1967) membantu proses sekularisasi. Padahal pada kesempatan lain dia pernah menyatakan sekularisasi umat Islam telah gagal, kini sebagai gantinya adalah pluralism.

Tidak hanya merupakan program ganda, pluralisme pun merupakan kata bersayap. Terkadang bermakna toleransi dan di saat lain berarti relativisme. Dalam “Religious 'Pluralism' or Tolerance?" Robert E. Regier & Timothy J. Dailey, juga tegas bahwa banyak orang hari ini yang dibingungkan oleh istilah toleransi keagamaan tradisional Barat dengan pluralisme agama. Yang kedua berasumsi semua agama adalah sama-sama valid. Ini menurutnya menghasilkan relativisme moral dan ketidakberaturan etika (ethical chaos). Tokoh Katholik yang lain Rick Rood menulis “Pluralisme agama adalah pandangan bahwa semua agama adalah sama-sama benarnya sebagai jalan menuju Tuhan… Perbedaan antara agama hanyalah permukaan; semua menuju pada tujuan yang sama. Inilah sayap pluralism, yang kiri toleransi dan yang kanan adalah relativisme.

Pandangan relativis juga ada dalam pikiran Diana L Eck, pimpinan proyek pluralisme Amerika. Agama-agama dan pandangan hidup sekuler adalah sama benar dan validnya. Benar jika dilihat dari dalam kulturnya sendiri. Maka dalam strategi Diana L. Eck., dalam "The challenge of pluralism," pluralitas digandengkan dengan pluralism. Sebab pluralitas saja tidak cukup, seorang pluralis harus terlibat intens. Artinya mengakui pluralitas agama tidak cukup, mestinya mengakui realitas kebenaran agama-agama. Itulah target program pluralisme.

Pengertian Diana didukung Ronald Thiemann. Dalam buku Toward a Confucian Pluralism: Globalization in Dialogue ia jelaskan bahwa pluralism itu adalah keyakinan bahwa kebenaran keyakinan kita tidak terbukti dengan sendirinya (self evident). Ini bukan berarti tidak punya bukti, tapi bukti kita tidak bisa meyakinkan orang yang tidak setuju. Seorang pluralis juga harus yakin bahwa orang yang tidak setuju dengan kita juga rasional. Artinya seorang pluralis harus mengakui rasionalitas atau validitas agama lain.

Pandangan Ronald jelas sekali relativistis, tapi Ronald berkilah, itu bukan relativis. Sebab pluralis tidak memaksa orang lain percaya, katanya. Kita bisa saja punya bukti kebenaran yang kuat, lanjutnya, tapi itu tidak akan memaksa orang lain percaya keimanan kita.

Tapi tidak semua sepakat dengan pandangan yang pro pluralisme. Kalangan gereja telah lama gerah dengan paham pluralism. Maka tidak heran jika Dr. Dawe Robert L. Dabney dalam Christian Century May 12, 1982 menulis bahwa gaung pluralisme telah memasuki ruang-ruang gereja. “Namun pemahaman kita cenderung sosiologi daripada teologis,” tulisnya. Menurut profesor teologi sistematis di Union Theological Seminary, Richmond, Virginia itu pluralism mempunyai dua sisi negatif-positif. Di satu sisi gereja harus terima berbagai pandangan, baik konservatif ataupun liberal, yang alim atau yang brengsek, feminis atau tradisionalis, aliran kiri atau kanan. Di sisi lain orang di luar gereja merasa senang sebab dengan pluralisme tidak ada lagi upaya menyingkirkan orang yang tak sefaham.

Dalam sebuah interview tahun 1998 teolog Anglican John Stott tegas menyatakan pluralism adalah mengakui kebenaran setiap agama, dan menolak untuk memilih di antara semua agama atau juga menolak penyebaran agama Kristen (evangelisme) . Lebih telak lagi pernyataan rekannya, Gregory Koukl. Dalam sebuah interview radio tentang pluralism ia mengatakan, “saya rasa konsep pluralisme agama masa kini adalah bodoh (stupid)… Konsep bodohnya adalah ide bahwa semua agama pada dasarnya sama-sama benar.” Dalam bahasa informal America ia katakan, That is just flat out stupid.

John Carroll, uskup pertama Baltimore menyatakan, dengan pluralisme gereja Katholik di Amerika dapat dua keuntungan, dari jusifikasi politik dan teologis. Tapi pada saat yang sama juga mendapat tantangan dari situasi sosial yang pluralistis. Di satu sisi dituntut toleransi sipil atau sosial, di sisi lain intoleransi teologis. Jika gagal dalam hal ini taruhannya Katholik menjadi tidak laku di pasaran. Di sisi lain Caroll khawatir akan ada persaingan antara kelompok agama dan ini tentu membahayakan kehidupan sipil.

Para peneliti sosiologi agama juga membuktikan kekhawatiran para petinggi gereja. Para peneliti menemukan bahwa pluralism agama melemahkan keterlibatan masyarakat dalam agama. Bagi Finke dan Stark (1988) dengan pluralisme monopoli keagamaan menjadi “malas” alias tidak semangat dan diganti dengan meningkatnya kompetisi antaragama agar sesuai dengan kebutuhan. Ketika negara atau lembaga publik tidak lagi mengobarkan kebaikan suatu agama, maka pemeluk agama-agama itu akan kehilangan kualitas atau intensitas keimanan atau kepercayaan pada agamanya. Di situ keterlibatan masyarakat pada agama menjadi turun. Semakin pluralis seseorang, semakin rendah semangatnya pergi ke gereja.

Sensus di Kanada oleh Olson and Hadaway (1998) membuktitkan bahwa pluralisme menggerogoti semangat masyarakat dalam kegiatan keagamaan di Amerika Utara. Pendekatan kognitif Berger malah lebih jelas bahwa dengan pluralisme agama individu menjadi sulit mengimani agama tertentu. Stark dan Bainbridge (1987) juga mencatat, ketika seseorang berbeda pendapat tentang (ajaran) suatu agama, maka salah satunya akan berkurang keimanannya. Kesimpulan Joseph M. Mcshane, S.J., Dosen religious studies di LeMoyne College in Syracuse, New York menarik dicermati. Dalam 200 tahun gereja-gereja Amerika menikmati “karunia” pluralisme, tapi 40 tahun terakhir, gereja akhirnya harus menanggung efek pluralism yang merusak. Kini beda antara penganut Katholik dan orang Amerika biasa telah hilang.

Di negeri ini “dagangan” pluralisme laris manis di pasar cendekiawan Muslim. Disertasi, workshop, LSM, seminar, jurnal mendukung penuh paham pluralisme, teologis atau sosiologis. Bahkan di negeri para pluralis membuka surga bagi semua agama. Di suatu saat nanti mungkin menjelang ajal seorang kiai boleh dibaptis, dan setelah dimakamkan seorang pendeta boleh ditalqin, agar di alam sana bisa memilih surga masing-masing yang “plural” itu. Wallahu a’lam

Tentang Usiaku

Tentang Usiaku

Usia kita dihitung bukan dari hari dimana kita terlahir di dunia ini, akan tetapi Usia kita yang sebenarnya adalah Usia dimana kita mulai mengenal Allah, menghambakan diri tulus untuk-Nya, serta memperbaiki kualitas amal shaleh kita.

Usia kita yang berlalu di Mall, di Stadion Sepak Bola, di Bioskop, di Depan sinetron televisi, adalah sia-sia tanpa makna. Padahal satu detik yang telah berlalu dari usia kita ada laporan yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan pengadilan Allah pada Yaumul Hisab.

Abu Barzah Nadhlah Ibn Ubaid Al-Aslami r.a., Rasulallah saw bersabda :

Tidaklah bergeser kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat, sebelum ia ditanya tentang usianya untuk apa ia habiskan, tentang ilmunya, apa yang telah ia amalkan, tentang hartanya, dari mana ia peroleh dan dipergunakan untuk apa, tentang badanya, untuk apa ia rentakan. ( HR. Tirmidzi )

Seiring berjalannya waktu, usia kita semakin mendekati ajal, hakikatnya Usia itu tidak bertambah , namun semakin berkurang dan terus berkurang. Namun hal ini tidak menggugah kesadaran banyak orang.

Orang yang bijak akan selalu waspada dalam menghabiskan sisa usianya, karena usia sangatlah rentan ditelan oleh waktu. Waktu yang berlalu tidak akan pernah kembali, masa muda tidak mungkin terulang dua kali, kesempatan demi kesempatan berlalu begitu saja tanpa ada pelajaran yang bisa kita petik manfaatnya, padahal jika manusia tahu bahwa kesempatan yang dimiliki saat ini adalah usianya, tentu Ia akan menyesal. Imam Suyuti As-Syafi'i berkata :

ما مضى فات والمؤمل غيب # ولك الساعة التي أنت فيها

Waktu yang berlalu tidak akan kembali, angan-angan adalah perkara ghaib, bagimu adalah waktu yang engkau miliki saat ini.

Imam Hasan Al-Basri berkata :

ياابن آدم إنما أنت أيام ، فإذا ذهب يوم ذهب بعضك
Wahai anak adam, sesungguhnya engkau adalah hitungan hari, jika harimu berlalu maka beralulah sebagian usiamu.


Usia adalah bekal kehidupan, di dalamnya terdapat dua kunci yang akan membuka dua sisi nasib manusia, yaitu keberuntungan ataukah kerugian. Beruntunglah bagi mereka yang cerdas mengenal usianya, dan rugilah bagi mereka yang lalai dari usianya. Wazir Yahya Ibn Hubairah berkata :

والوقت أنفس ما عنيت بحفظه # وأراه أسهل ما عليك يضيع
Menjaga waktu haruslah diberikan perhatian khusus, karena aku melihat waktu adalah sesuatu yang paling mudah lenyap.

Imam Hasan Al-Basri berkata :

أدركت أقواما كانوا على أوقاتهم أسد منكم حرصا على دراهمكم ودنانيركم
Aku menjumpai suatu kaum yang mereka lebih antusias dalam menjaga waktunya, dari pada antusias kalian terhadap harta ( dirham dan dinar ).

Manusia akan menyesali usianya saat penyesalan itu sudah tidak ada artinya lagi, ia baru tersadar saat semuanya menjadi terlambat, hal itu sebagaimana digambarkan dalam Al-qur'an :
يَقُولُ يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي

Dia berkata : " celaka aku, alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan ( amal shaleh ) untuk hidupku ini " . ( QS. Al-Fajr : 24 )

Rasulallah saw tidak rela melihat umatnya hanyut dalam kelalaian , tertipu dalam kenikmatan, sehingga usia tidak produktif untuk beramal shaleh, beliau bersabda :

نعمتان مغبون فيهما كثير من الناس الصحة والفراغ

Ada dua nikmat yang kebanyakan manusia tertipu di dalamnya, yaitu nikmat sehat dan waktu luang. ( HR. Bukhari )